Napak Tilas Dakwah Rasulullah

Oleh: Miftahul Arifin

Diam tak berucap ini menyimpan jutaan gejolak jiwa, air mata tak terasa menetes membasahi pipi kering ini. Ketika nalar kita bandingkan dengan dakwah pada “zaman itu”, rasanya tidak mungkin Islam bisa berjaya seperti saat ini, namun dengan kesabaran dan ketakwaan-Nya sehingga semua itu terealisasi walaupun menyakitkan, itulah yang terjadi pada diri suri tauladan kita Rosululloh, Muhammad SAW.

Semua insan senang melihatnya karena beliau rupawan, sopan, santun dan penuh kewibawaan. Beliau seorang yatim yang hidup sebatang kara, ibundanya wafat menyusul ayahandanya yang telah lama meninggalkannya. Namun nasibnya tersebut tidak menghalangi dirinya untuk berhasil meraih gelar Al-Amin yang disematkan oleh kaumnya sebagai orang yang layak diberikan amanah.

Sejenak Baginda Nabi merasakan kebahagiaan disamping istrinya tercinta, Khadijah RA. Tibalah saatnya kebencian pun datang setelah Baginda naik ke Gunung Shofa dan berkata kepada semua penduduk Mekah, “apakah kalian percaya apa bila ada pasukan musuh yang akan menyerang kita”..? Mereka berkata “shodakta” (kami percaya)

Beliau kemudian melanjutkan pertanyaannya, “seandainya aku katakan kepada kalian tentang wahyu Alloh yang di perintahkan kepadaku untuk disampaikan kepada kalian, yang baik akan masuk surga dan yang jahat akan masuk neraka, apakah kalian akan percaya hal itu?

Tak ayal, perlawanan itu datang bukan dari orang lain, bukan dari musuh, melainkan dari saudara kandung dari ayah kandung beliau. Apa ucapnya “celakalah kau muhammad apa dengan ini saja kau kumpulkan kami di sini”…!

Ketika itu Alloh membela Baginda nabi meskipun Rosululloh sendiri tidak memberikan pembelaan. Alloh kemudian menurunkan ayat:
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَب

Demikian pula, Istrinya menjadi “pembawa kayu bakar” sebagai simbol adu domba dan penyebar kata caci maki yang membuat sakit hati. Ya, dia bernama Ummu Jamil, istri Abu Lahab yang selalu menjelekkan, mem-bullydan menebarkan berita Kebohongan untuk membunuh karakter Sayidina Muhammad SAW.

Sambutan serupa juga didapatkan beliau ketika menyampaikan keinginannya untuk menyambut seruan hijrah ke Madinah. Pada saat itulah sebagian mereka akan berkata, apa untuk itu saja kita berteman selama ini, dimana persahabatan kita…?

Demikianlah sekelumit kisah yang dialami oleh Rasulullah pada 14 abad silam. Tentu kisah serupa akan dialami siapa saja yang melanjutkan visi dakwah Baginda Rasulullah Saw.

Kalau dengan pembunuhan karakter tidak berhasil, maka mereka tawarkan dunia beserta isinya. “demi Allah paman, andai mereka letakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku supaya meninggalkan dakwah ini, aku tidak akan meningglkannya” jawaban Rasulullah ketika dibujuk dengan kedudukan dan harta benda oleh Abu Tholib atas desakan pembesar kafir Quraisy.

Kebesaran hati Baginda Rasulullah juga tampak ketika beliau kembali terusir saat menginjakkan kaki di tanah hijrah, Thaif. Beliau dianggap sebagai musuh, dilempar dengan batu, kayu, tulang unta. Tapi yang dia lakukan Rasulullah sangat mencengangkan.

Beliau sembunyi dibalik bukit sambil angkat kedua tangannya ” ya allah kepada engkau saya mengadukan kelemahanku, ketidak bedayaanku, aku hina dihadapan mereka, kalau dulu aku punya tempat bergantung, bersandar dan mengadu, hari ini hanya kau saja ya Allah”.

Kemudian datanglah malaikat penjaga segala bukit di atas dunia. Malaikat itu meminta Nabi menunjuk bukit yang paling besar untuk ditimpakan kepada mereka. Namun, inilah yang membedakan Rasulullah dengan manusia biasa. Beliau justru berdoa, “ya Allah keluarkan dari tulang sumbi mereka keluarkan anak cucu mereka yang akan menyembah terhadapmu. Tidak ada satupun yang akan menyekutukan-Mu di atas muka bumi ini”.

Beliau mungkin hatinya susah, pikiran kacau, tapi lidahnya tidak pernah berbicara kasar. Doa itupun terjawab, seratus persen penduduk Toif hari ini bersyahadat berkah do’a seorang yang di dholimi oleh nenek moyang mereka.

Kesedihan itu pun sedikit terobati dengan kegiatannya sekelompok jin yang mengaku sangat tertarik terhadap bacaan Alquran yang dilantunkan oleh Rasulullah.
“biarlah mereka tidak iman kepadamu, biar kami saja yang belajar akan kebenaran itu,” tegas jin tersebut.

Dari penggalan kisah di atas, mestinya para dai tidak boleh bersedih ketika didustakan, jangan berduka cita ketika tidak ada orang yang mengamini dakwanya, karna sesungguhnya itu hanya cara Allah menguatkan hatimu untuk kemudian mengangkat derajatnya dan menempatkan di tempat yang terpuji.

Jadikanlah Allah sebagai tempat pemberi segala keresahan dan hiruk pikuk persoalan hidup yang kita alami.
مافي قلبي غير الله

*Penulis adalah mahasiswa BPI angkatan 2021


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *