Oleh; Habibur Rahman*
Dalam dinamika kehidupan yang berjalan elastis serta penuh pertanggungjawaban tentu tidak akan pernah lepas dari hukum alam yang berlaku, berjalan dengan semestinya bergerak semampunya (memberi manfaat).
Seyogyanya dalam sejarah perjalanan hidup manusia akan selalu bersentuhan dengan yang namanya problematika dari berbagai bidang dan sudut pandang. Barulah kematangan berfikir dan kemampuan dalam mengambil peran guna memunculkan ide maupun gagasan sebagai jalan keluar sangat dibutuhkan, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dari apa yang terjadi pesan-pesan dakwah haruslah mampu mengisi titik-titik celah dari yang sifatnya besar hingga terkecil sekalipun. Artinya, seseorang yang mulai jenuh hingga frustasi dengan lika-liku kehidupan yang dialami, disitulah dakwah berfungsi sebagai asupan dengan model pencerahan untuk membantu menemukan jalan keluar.
Dalam beberapa kajian, jika ditarik kesimpulan. Dakwah memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Memberikan ruang sosialisasi diri dan aktualisasi diri.
2) Memberikan tuntunan keagamaan dalam mengarungi kehidupan.
3) Memberikan sentuhan spiritual terhadap nurani seseorang yang tengah dilanda penyakit kegersangan spiritual, pemikiran yang sekular, kehidupan yang hedonis, sehingga menjadi kepribadian yang hanif.
4) Menumbuhkan soliditas dan solidaritas sebagai wujud Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Basyariah, dan Ukhuwah Wathaniyah.
Dari pemaparan diatas, sangat jelas sekali. Fungsi dakwah selain memang menuntun pada jalan kebaikan untuk menuju keridhoan rabb-nya, juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan di muka bumi. Tentu tanpa adanya diskriminasi dan ekploitasi, saling tolong-menolong, juga saling menghormati.
Dengan demikian, keseluruhan umat manusia dapat menikmati kesejahteraan, keadilan, juga kebahagiaan di dunia terlebih di akhirat kelak. Sehingga tercapailah cita-cita Islam sebagai rahmat bagi alam semesta atau yg sering kita sebut dengan Islam Rahmatan Li Al-alamin yang berlandaskan firman Allah dalam Al-Qur’an: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. Al-Anbiya: 107)
Cerminan ayat diatas telah kita ketahui dalam banyak sejarah bagaimana metode Walisongo memurnikan tauhid tanpa menyakiti, menegakkan syariat tanpa mencelakai, memberi suri tauladan sebelum mengajarkan, mendahulukan tatakrama sebelum bertutur kata, tetap membumi meski berderajat mulia, tidak semena-mena dan berkepribadian welas asih pada sesama adalah beberapa kunci kesuksesan Wali Songo dalam meng-Islamkan Nusantara. Bahkan Wali Songo secara tegas meninggalkan hal-hal yang tidak disukai oleh para Pribumi.
Ketahuilah..! Bahwa Derajat Agung butuh proses panjang, butuh pengalaman dan pemikiran matang. Jangan sebab serakah memburu pengikut dan mengharap sanjungan malah mempermalukan diri sendiri, dampaknya nanti kamu bisa ditertawakan oleh banyak orang.
Hal itu merupakan suatu gambaran real di masyarakat, bahwa segala sesuatu yang tidak sebenar-benarnya, dalam arti hanya direkayasa, sebatas kepintaran kata-kata, akhirnya tidak bermanfaat dan penuh kesia-siaan belaka.
*Penulis adalah Alumni Prodi BPI
Leave a Reply