Oleh: Lutfanza Hidayat
Setiap gerak gerik tubuh kita yang berpotensi memiliki nilai positif, atau bahkan sekalipun tubuh kita diam yang disertai dengan baiknya niat dapat bernilai sebagai kegiatan dakwah. Dalam berdakwah seorang da’i tentunya mempunyai keinginan agar apa yang disampaikan dapat diterima secara baik oleh mad’u, dengan tujuan agar si da’i depat “memindahkan” mad’u dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik, baik itu kondisi dirinya sendiri, keluarga, masyarakat, maupun yang lainnya. Untuk mencapai keberhasilan tersebut, tentunya si da’i harus memenuhi kriteria tertentu yang akan menunjang keberhasilannya dalam berdakwah. Adapun diantara kriteria tersebut adalah:
Pertama; Da’i harus mempunyai kepandaian dan kecerdasan yang lebih dari pada si mad’u. Hal ini bertujuan agar si da’i dapat mengontrol dirinya sendri dan juga agar apa yang didakwahkan dapat tersampaikan dengan baik serta dalam rangka kaitannya dengan dakwah itu sendiri.
Kedua; Kehati-hatian dan kecermatan da’i. Sikap hati-hati harus dimiliki oleh kaum muslimin terutama seorang da’i, karena jika seorang da’i tidak berhati-hati dalam berdakwah, maka dikhawatirkan akan terjatuh pada kekeliruan dan keteledoran. Demikian pula sebaliknya, apabila seorang da’i bersikap hati-hati dan waspada serta selalu menjaga berbagai kemungkinan-kemungkinan, hingga mereka yang bermaksud jahat tidak melakukan tipu daya, maka ia akan dapat mengatur dan melaksakan programnya dengan baik.
Ketiga; Menyusun program, karena setiap aktivitas yang tidak direncanakan terlebih dahulu, baik mengenai jenisnya, jangkauannya, tingkat pencapainya maupun jangka waktunya, maka akan lebih sering mengalami kegagalan khususnya dalam berdakwah. Tentu, jika di dalam berdakwah sudah menyusun planning secara matang, maka kegagalan tersebut dapat dihindari.
Keempat: Melindungi dakwah melalui orang yang memiliki kekuatan dan kekuasaan. Pasalnya, jika seseorang berdakwah dilindungi oleh orang yang mempunyai kekuatan dan kekuasaan, maka akan lebih mudah bagi si da’i dalam menjalankan misinya. Hal ini pernah terjadi kepada Rasulullah SAW. Suatu ketika rasulullah pergi ke Thaif untuk berdakwah, namun dakwah Rasulullah ditolak oleh penduduk Thaif. Akhimya Rasulullah kembali ke makkah di bawah perlindungan Al-Muth’im bin Adi yang masih musyrik. Hal ini di perbolehkan dalam berdakwali dengan bernaung di bawah orang yang mempunyai kekuasaan dan kekuatan, selagi tidak memalingkan tujuan dakwah, syarat dan adab-adabnya:
Kelima; melaksakan kegiatan dakwah sesuai dengan uslub dan aturannya. Karena dakwah ibarat kehidupan kita sehari-hari, selama kita hidup di dunia pasti harus mengikuti peraturan, baik seorang muslim terhadap Rabb-Nya, terhadap dirinya sendiri, terhadap keluarganya, terhadap semua manusia, bahkan terhadap makhluk halus pun memiliki aturan permainannya yang di tetapkan oleh syariat Islam.
*penulis adalah Mahasiswa prodi MD angkatan 2021
Leave a Reply