Urgensi Klarifikasi di Era Medsos

Oleh: Moh. Toyyib*

Keberadaan media sosial banyak sekali memberikan manfaat dan kemudahan bagi para penggunanya. Namun, juga harus netizen sadari, bahwa media sosial juga jerat-jerat yang sangat berbahaya. Orang bodoh pastilah terangkap. Adapun orang yang cerdas akan selalu membentengi dirinya dengan Ilmu pengetahuan. Wajiblah bagi orang yang bermedsos untuk selalu sadar akibat yang akan terjadi jika menyalahgunakannya.

Dewasa ini banyak sekali di media sosial berita-berita yang tidak sesuai realita. Jadinya hoax yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. Kode etiknya dalam membuat berita atau tulisan adalah, harus jujur, tidak boleh mengurangi atau menambah substansi dari tulisan yang, karena sering ditemukan banyak isi yang disampaikan berbeda dengan konteks yang sebenarnya, maknanyapun juga salah.

Sayyidina Ali pernah berkata, “Semua penulis akan mati. Hanya mahakarya yang akan abadi. Maka tulislah sesuatu yang membahagiakan dirimu di akhirat nanti.” Tulislah sesuatu yang memuat tentang kebaikan serta tersampaikan kepada setiap orang, dibaca dan diamalkan. Akan menjadi catatan amal bagi Penulisnya. Tapi sebaliknya, apabila isi tulisan berisi tentang kejelekan, hinaan, cacian, maka yang didapat hanyalah dosa.

Karena itulah Netizen +62 harus lebih memperhatikan tulisan yang benar-benar ada di sini, bukan menyebarkan berita bohong. Dan jika masih belum jelas, hendaklah Tabayyun atau klarifikasi terlebih dahulu, agar tidak tergolong orang yang membantu dalam hal kejelekan.

Pentingnya klarifikasi di era medsos, karena banyak tulisan yang memang semuanya tidak benar dan akurat. Alloh memerintahkan hambanya untuk tabayyun, yakni melakukan verifikasi, check and recheck, teliti kembali informasi tersebut. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Firman-Nya Suroh Al Hujurot Ayat 6 yang berbunyi:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ


Artinya: Hai orang-orang yang percaya, jika datang seorang yang fasik membawa berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu kejadian suatu kejadian pada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atasmu itu.

Seperti yang dianalogikan oleh Gus Nadirsyah Hosen, “Jika di kerumunan pasar tiba-tiba ada yang berteriak “Copeeet” sambil menunjuk ke arah anda, bisa dibayangkan apa yang akan terjadi. Kerumunan langsung menghakimi anda, tanpa sempat lagi melakukan verifikasi: benarkah anda copetnya, atau yang lebih krusial lagi, benarkah dompet ibu di sebelah anda itu hilang karena dicopet atau memang ibu ini dompetnya ketinggalan di rumah?

Sayangnya skenario di atas juga terjadi di media sosial. Meski menggunakan Smartphone , tetapi pada hakikatnya tidak lebih dari kerumunan di media sosial yang bersikap reaktif tanpa sempat Tabayyun terlebih dahulu sebelum bereaksi yang dampaknya dapat merugikan orang lain.

Lebih dari 69,2 juta pengguna aktif Instagram, 52,4 juta Twitter serta 140 juta juta pengguna aktif Facebook ketika sekali pencet di layar smartphone tentang tulisan yang mengandung Mudhorot, maka sejumlah ajaran Nabi dilanggar seketika: harus tabayun, jangan ghibah, jangan mencari-cari kesalahan saudaramu, membuka aib diri sendiri dan orang lain yang dapat merusak kehormatan.

Terkadang seseorang lebih gampang mempercayai sesuatu yang belum pasti. Kalau ada berita yang sesuai keinginannya sendiri dan kelompok tertentu, tanpa pikir dua kali langsung shere di akun pribadinya, sesuai kesenangan hati. Jadi yang penting, bukan tentang benar atau tidaknya suatu berita, melainkan apakah kita senang atau tidak dengan isi berita yang diangkat.

Tabayyun harus menjadi pedoman paten bagi ummat muslim, khususnya di era sosmed seperti sekarang ini, karena banyak disaksikan perselisihan terjadi disebabkan salah dalam memahami informasi atau klarifikasi dari tulisan-tulisan yang tidak bertanggung jawab. Jika seseorang tidak memverifikasi, mengklarifikasi dan meneliti berita atau tulisan-tulisan lainnya, lalu juga ikut menyebarluaskannya kepada orang lain, dikhawatirkan akan menimpakan kecelakaan kepada orang lain, karena sebab keteledoran tidak tabayyun terlebih dahulu.

*Penulis adalah Alumni Prodi BPI angkatan 2019


Posted

in

by

Comments

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *