Yuk Daftar di BPI

Yuk Daftar di BPI

Dakwah Inovatif untuk Generasi Milenial

Oleh: Moh. Imron*

Era milenial dalam mengajarkan agama islam dapat dilakukan dimana dan kapan saja dengan berbagai cara. Masyarakat sekarang tidak hanya mengandalkan ulama sebagai sumber satu-satunya untuk memperoleh pengetahuan agama. Namun, masyarakat dapat memanfaatkan smartphone dan juga internet yang begitu canggih untuk memperoleh pengetahuan agama.

Generasi milenial adalah manusia yang lahir di antara tahun 1980 sampai 2000, yang identik dengan manusia yang memanfaatkan sepenuhnya teknologi dan media modern. Bahkan teknologi dan media modern bagi generasi milenial menjadi suatu kebutuhan dalam menjalani kehidupan. yang dapat dijadikan landasan dai generasi milenial, yaitu: dakwah bil hikmah, bilmauziah hasanah dan bilmujadalah. Dari ketiga landasan metode dakwah tersebut kini semakin berkembang seiring masuknya teknologi dan media moderen.

Berbeda dengan era agraris, peran ulama dan tokoh agama begitu kuat dalam mempengaruhi kehidupan masyarakat. Pendapat dan sikap mereka ditiru, didengar dan dilaksanakan oleh masyarakat. Masyarakat rela berangkat pengajian walaupun jaraknya begitu jauh, hanya karena cinta mereka terhadap para ulama dan juga ingin mendengarkan tausiyah yang dapat dijadikan pedoman hidup yang baik dan benar.

Perubahan masyarakat tersebut harus diimbangi dengan perubahan cara berdakwah yang dilakukan para dai. Dai harus memikirkan metode yang tepat dalam menyampaikan pesan dakwahnya. Dai tidak boleh hanya jalan ditempat dan menggunakan cara-cara yang konvensional saja (ceramah). Dakwah harus dinamais, progresif dan penuh inovasi.

Metode dakwah dapat diartikan sebagai jalan atau cara yang digunakan oleh da’i dalam menyampaikan dakwahnya kepada mad’u. Penggunaan metode yang benar merupakan unsur yang sangat penting dalam menunjang proses berhasilnya suatu kegiatan dakwah. Suatu materi dakwah yang cukup baik, ketika disajikan tidak didukung dengan metode yang tepat tidak akan mencapai hasil yang maksimal. Metode yang digunakan harus mampu menyesuaikan dengan sasaran dakwah.

Zaman milenial yang ditandai dengan perkembangan yang pesat, maka dakwah tidak cukup hanya dilakukan dengan lisan saja melainkan mesti didukung dengan metode lain yang mampu menjadi penghubung antara komunikator dan komunikan dengan jangkauan yang lebih luas.

Di Indonesia banyak ulama yang mengajarkan agama islam dengan metode yang berbeda-beda. Di era milenial ini seorang da’i harus memikirkan metode yang pas untuk menyampaikan pesan dakwahnya. Maka perlu adanya pembahasan mengenai metode penyampaian dakwah yang sesuai dengan generasi milenial. Untuk menghindari terjadinya kesamaan penelitian yang telah ada sebelumnya, maka penyusun melakukan penelusuran terhadap penelitianpenelitian yang sudah ada sebelumnya, diantaranya menyampaikan dengan cara yang dapat diterima masyarakat dan dapat difahami masyarakat sesuai dengan tingkatan pemikiran (pendidikan) masyarakat.

Sekarang, dakwah dihadapkan pada kemajuan teknologi informasi dan media modern. Teknologi semakin membuat manusia lalai terhadap ajaran islam. kebiasaan duduk berlama-lama di depan televisi, pemakaian internet yang terlalu lama sehingga pelaksanaan shalat diakhir waktu, bahkan ada yang meninggalkan shalat menjadi fenomena baru yang perlu segera mendapat perhatian dari para da’i. Hal tersebut merupakan suatu fenomena praktik keagamaan masyarakat yang membutuhkan pemikiran baru mengenai konsep pelaksaan dakwah dengan tetap berpedoman terhadap esensi ajaran Islam.

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi BPI Angkatan 2021

Eksistensi Dakwah sebagai Pusat Kajian Dalam Mengemban Tugas Kemanusiaan

Oleh; Habibur Rahman*

Dalam dinamika kehidupan yang berjalan elastis serta penuh pertanggungjawaban tentu tidak akan pernah lepas dari hukum alam yang berlaku, berjalan dengan semestinya bergerak semampunya (memberi manfaat).

Seyogyanya dalam sejarah perjalanan hidup manusia akan selalu bersentuhan dengan yang namanya problematika dari berbagai bidang dan sudut pandang. Barulah kematangan berfikir dan kemampuan dalam mengambil peran guna memunculkan ide maupun gagasan sebagai jalan keluar sangat dibutuhkan, tentu tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Dari apa yang terjadi pesan-pesan dakwah haruslah mampu mengisi titik-titik celah dari yang sifatnya besar hingga terkecil sekalipun. Artinya, seseorang yang mulai jenuh hingga frustasi dengan lika-liku kehidupan yang dialami, disitulah dakwah berfungsi sebagai asupan dengan model pencerahan untuk membantu menemukan jalan keluar.

Dalam beberapa kajian, jika ditarik kesimpulan. Dakwah memiliki tujuan sebagai berikut:

1) Memberikan ruang sosialisasi diri dan aktualisasi diri.
2) Memberikan tuntunan keagamaan dalam mengarungi kehidupan.
3) Memberikan sentuhan spiritual terhadap nurani seseorang yang tengah dilanda penyakit kegersangan spiritual, pemikiran yang sekular, kehidupan yang hedonis, sehingga menjadi kepribadian yang hanif.
4) Menumbuhkan soliditas dan solidaritas sebagai wujud Ukhuwah Islamiyah, Ukhuwah Basyariah, dan Ukhuwah Wathaniyah.

Dari pemaparan diatas, sangat jelas sekali. Fungsi dakwah selain memang menuntun pada jalan kebaikan untuk menuju keridhoan rabb-nya, juga bertujuan untuk membentuk masyarakat yang penuh dengan kedamaian dan ketenangan di muka bumi. Tentu tanpa adanya diskriminasi dan ekploitasi, saling tolong-menolong, juga saling menghormati.

Dengan demikian, keseluruhan umat manusia dapat menikmati kesejahteraan, keadilan, juga kebahagiaan di dunia terlebih di akhirat kelak. Sehingga tercapailah cita-cita Islam sebagai rahmat bagi alam semesta atau yg sering kita sebut dengan Islam Rahmatan Li Al-alamin yang berlandaskan firman Allah dalam Al-Qur’an: “Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (Qs. Al-Anbiya: 107)

Cerminan ayat diatas telah kita ketahui dalam banyak sejarah bagaimana metode Walisongo memurnikan tauhid tanpa menyakiti, menegakkan syariat tanpa mencelakai, memberi suri tauladan sebelum mengajarkan, mendahulukan tatakrama sebelum bertutur kata, tetap membumi meski berderajat mulia, tidak semena-mena dan berkepribadian welas asih pada sesama adalah beberapa kunci kesuksesan Wali Songo dalam meng-Islamkan Nusantara. Bahkan Wali Songo secara tegas meninggalkan hal-hal yang tidak disukai oleh para Pribumi.

Ketahuilah..! Bahwa Derajat Agung butuh proses panjang, butuh pengalaman dan pemikiran matang. Jangan sebab serakah memburu pengikut dan mengharap sanjungan malah mempermalukan diri sendiri, dampaknya nanti kamu bisa ditertawakan oleh banyak orang.

Hal itu merupakan suatu gambaran real di masyarakat, bahwa segala sesuatu yang tidak sebenar-benarnya, dalam arti hanya direkayasa, sebatas kepintaran kata-kata, akhirnya tidak bermanfaat dan penuh kesia-siaan belaka.

*Penulis adalah Alumni Prodi BPI

Perubahan Zaman dan Urgensi Media Dakwah

Oleh; Sofwatur Rohman*

Islam merupakan agama yang universal. Karakteristik ajarannya tidak hanya untuk lokal, tetapi bermuara global, lintas wilayah, bangsa, suku, dan ras. Sebagai agama samawi, perkembangannya mengalami pergerakan yang cukup pesat. Islam telah hadir di berbagai belahan bumi di seantero dunia. Berbagai jalur cara agama ini hadir di suatu kawasan. Sesuai dengan fitrah dan aktivitas manusia. Bisa melalui jalur ekonomi dan perdagangan, budaya, politik, dan sosial.
Setiap orang yang telah suka rela menyatakan diri bersyahadat disebut muslim. Sejak itu pula diberikan hak untuk menyampaikan ajaran yang diyakini itu kepada orang lain, keluarga, kawan, kerabat, dan handai tolan, walaupun yang disampaikan hanya satu patah kata yang berisi tentang kebaikan. Yang demikian itu diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Secara umum, setiap muslim dianjurkan untuk senantiasa mengajak ke jalan kebaikan dan mencegah dari perilaku yang buruk. Amar ma’ruf nahi mungkar. ”Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasehati untuk kesabaran.” (QS Al-Asr: 3).
Dengan semangat motivasi untuk berbuat dan mengajak kepada jalan Allah itulah, setiap muslim berusaha untuk mengamalkan ajaran tersebut di setiap tempat dan dalam kesempatan apa pun. Meski demikian, tidak semua orang memiliki keahlian dalam mensyiarkan dakwah Islam. Harus ada sebagian masyarakat yang spesifik mempelajari agama dengan mendalam dan mampu menyampaikan dengan baik. Untuk itu, perlu belajar dan kedalaman ilmu, baik secara materi keislaman dan strategi, metode, serta teknik cara penyampaian. Perintah itu ditegaskan
Untuk mengajak ke jalan kebaikan dan mengajak ke jalan Allah itu, Al-Qur’an juga memberikan pedoman. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara-cara yang bijaksana, hati yang bersih, serta memperhatikan situasi dan kondisi. Selain itu, didasari etika yang baik. Secara teknis, disebutkan bahwa ”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik dan berdebatlah dengan mereka melalui cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” (QS An-Nahl: 125).
Dari ayat tersebut, tampak bahwa penyampaian dakwah itu perlu menggunakan berbagai metode, teknik, dan media agar tujuan dakwah dapat sampai ke masyarakat. Semua metode dakwah yang digunakan diperlukan media agar pesan yang disampaikan dapat diterima oleh masyarakat secara tepat. Media yang digunakan disesuaikan dengan sasaran dakwah dan perkembangan zaman. Para nabi utusan Allah dalam berdakwah juga menggunakan media, walaupun hanya berupa media yang melekat pada dirinya, seperti lisan dan bahasa isyarat.
Peradaban umat manusia makin berkembang, Selayaknya direspon dengan tersedianya media dakwah yang mampu menyesuaikan diri. Di era ini, para pelaku dakwah dan para pelaku dakwah mesti punya semangat yang tinggi, kreativitas yang lebih produktif, dan berperan lebih aktif dalam penguasaan platform digital. Hal itu dimaksudkan agar penyebaran nilai-nilai Islam lebih terasa dan menyentuh berbagai kalangan masyarakat.
Saat ini, penggunakan YouTube, Facebook, Blog, WhatsApp, TikTok, dan Twitter sebagai media dakwah untuk mencapai tujuan dakwah merupakan suatu keharusan. Pasalnya, era globalisasi menuntut optimalisasi sumber daya secara maksimal. Demikian pula, ragam konten yang tidak beraturan dalam berbagai platform digital harus diimbangi dengan sisipan positif yang bermuatan nilai-nilai ke-Islaman yang mu’tabar.

*Penulis adalah Mahasiswa Prodi BPI angkatan 2022

Gandeng DanaKU, Prodi BPI Serahkan Bantuan untuk Korban Gempa Cianjur

Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (Prodi BPI) Insitut Agama Islam Miftahul Ulum (IAIMU) Pamekasan kembali berkerja sama dengan Dana Kesejahteraan Ummat (DanaKU) PPMU Panyeppen kembali melakukan penyaluran bantuan bagi korban gempa Cianjur Jawa Barat, Selasa (06/12/2002).

Bantuan tersebut diserahkan melalui yayasan Al-Miftah Pondok Pesantren Miftahul Ulum Panyeppen selaku coordinator penghimpunan donasi yang bekerjasama dengan IKBAS PPMU Panyeppen.

Prodi menghimpun donasi secara sukarela dari para mahasiswa dan para dermawan yang tergerak untuk meringankan beban saudaranya.  

Penyerahan Donasi dari Prodi BPI Melalui Yayasan Al-Miftah

Prodi BPI Bersama DanaKU selaku penggerak kegiatan tersebut menyerahkan bantuan senilai Rp. 10.000.000 hasil kerjasama dengan Yayasan Al-Miftah, BMT MAWADAH dan IKBAS PPMU Panyeppen dan Alumni Fakultas Dakwah IAIMU Pamekasan.  

Mengkonfirmasi kegiatan tersebut, ketua DanaKU, Akhmad Rofiki Tanzil berharap bantuan tersebut dapat meringankan beban yang dialami oleh korban.

Demikian juga, ia mendoakan para alumni dan simpatisan serta seluruh donatur DanaKU diberi ganti yang lebih baik, lebih mudah dan barokah.

“Bantuan ini diharapkan dapat meringankan beban saudara kita yang sedang tertimpa musibah dan semoga para donatur, juga para alumni dan simpatisan diberi kemudahan dan keberkahan rezekinya”. Ucapnya.

Sementara itu, Bahrur Rosi selaku ketua Prodi BPI mengatakan, donasi tersebut merupakan langkah kongkrit dari semua civitas akademika dan para mahasiswa IAIMU Pamekasan untuk berperan aktif dalam mengamalkan islam yang rahmah dan peduli pada sesama.

“donasi ini terkumpul atas inisiatif para mahasiswa BPI untuk terlibat langsung dalam kegiatan kemanusiaan sebagai wujud kongkrit mengajarkan nilai-nilai kepedulian dan ukhuwah basyariyah” pungkasnya.

Mahasiswa Prodi BPI IAIMU Kembali Raih Juara Lomba Esai Nasional

PAMEKASAN – Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) Institut Agama Islam Miftahul Ulum (IAIMU) Pamekasan kembali menorehkan prestasi pada kompetisi tingkat nasional, Rabu (23/11/2022), di Institut Ilmu Keislaman Annuqayah (Instika) Guluk-guluk Sumenep.

Kali ini, Giliran Mastur mahasiswa Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI) angkatan 2021 berhasil meraih juara dua Lomba Esai Nasional dalam Festival Ekonomi Syariah (FES) yang dilaksanakan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Instika Guluk-guluk, Sumenep.

Pada kompetisi bertema “Green Ecomony for Suistainable Business” itu, Mastur membahas tentang Aplikasi Peduli Disabilitas.

Ditemui usai menerima penghargaan, Mastur mengaku bangga bisa mempersembahkan prestasi tersebut.

Meskipun, dia sendiri tidak menduga bisa meraih juara dua, lantaran persiapan yang kurang ideal.

“Tentunya haru dan bangga, apalagi selama persiapan mengikuti lomba ini saya terkendala banyak hal, sehingga tidak bisa dimaksimalkan dengan baik,” ucapnya.

Pada lomba tersebut, Mastur mendapat bimbingan khusus dari Ridan Muhtadi dan Bahrur Rosi, Pembina Unit Kegiatan Mahasiswa Pengembangan Intelektual dan Riset (UKM PIR) IAIMU Pamekasan.

slot