Komunikasi Santun Sebagai Wujud Kemitraan Dalam Dakwah

Oleh: Yusril Mahendra*

Berdakwah merupakan kegiatan yang sangat positif dan akan berdampak baik pada semua aspek kehidupan manusia dan alam semesta. Namun, terkadang juga berpotensi menimbulkan efek sebaliknya manakala tidak dilakukan secara baik dan dipersiapkan secara matang.

Persiapan dari berbagai segi harus diparhatikan oleh da’I untuk memperbesar peluang tercapainya tujuan dakwah sebagaimana direncanakan. Termasuk diantaranya, mempersiapkan pola penyampaian yang baik dengan pemilihan model komukasi yang sesuai dengan karekteristik mad’u.

Jika diteliti, al-Qur’an telah memberikan beberapa tips cara berkomunikasi atau berdakwah yang baik dan dapat menarik hati mad’u untuk tergugah mengikuti apa yang disampaikan oleh da’i. Hal ini penting diperhatikan karena mad’u merupakan mitra dakwah bagi da’i. demikian juga, mad’u bukanlah “benda mati” yang dapat diperlakukan sesuka hati. Melainkan, mad’u adalah sesama manusia yang memiliki keinginan untuk diperlakukan dengan cara yang sama dengan da’i.

Beberapa diantara tips pemilihan gaya komunikasi yang tersurat dalam al-Qur’an adalah sebagai berikut:

*Qaulan Baligha

Dalam gramatika bahasa arab, kata baligha berarti fasih, lancar bicara, dan jelas. Atau dalam ilmu balaghahnya disebut kalam fasih yang terhindar dari tiga hal yaitu; Tanafurul kalimat, Dha’fut Ta’lif, dan Ta’qid.

Qaulan Baligha, sebagaimana pendapat Imam Ibnu Katsir, berarti perkataan yang membekas pada jiwa. Dengan artian, bagaimana pesan dakwah dapat disampaikan dengan kata yang jelas, lancar, dan padat tanpa berbelit-belit.

*Qaulan Layyina

Kata layyin menurut etimologi berarti lembut atau halus. Jika digabungkan, qaulan layyinan berarti perkataan yang lembut atau halus dalam penyampaian dakwah. Dengan artian, dalam komunikasi dakwah, da’i bisa meyampaikan dengan damai, enak didengar tanpa kata-kata kasar yang justru akan menyinggung atau menyakiti mad’u.

Hal ini dilakukan agar mad’u dapat menerima dan bisa membawa efek yang positif pada perkembangan dakwah tersebut.

*Qaulan Sadida

Sadid secara etimologi benar dan tepat. Qaulan sadidan berarti perkataan baik verbal atau non-verbal yang sesuai kenyataan tidak ada unsur kebohongan.

Dalam hal ini, da’i dalam menyeru pesan dakwah harus sesuai dengan pedoman islam yakni al-Quran dan Hadits. Pasalnya, da’i yang menyampaikan sesuatu menyalahi aturan yang terdapat didalamnya atau menyampaikan sesuatu yang tak nyata adanya. Otomatis, implikasinya berdampak pada dakwah yang diemban da’I tersebut. Akibatnya, mad’u tidak akan percaya lagi tentang apa yang disampaikan.

Dalam konteks komunikasi dakwah, qaulan sadida mengajarkan agar masyarakat berhati-hati dalam bertutur kata. Jujur dalam segala hal tentang fakta yang ada.

*Qaulan Maysuran

Kata maysuran berasal dari kata yasara yang berarti mudah atau gampang. Sedangkan kalimat qaulan maysuran berarti perkataan yang mudah atau gampang dimengerti. Artinya, bagi seorang da’i dalam pesan dakwah harus menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh mad’u. Sebab, jika mad’u paham atas materi yang disampaikan, mereka akan menyimak dengan seksama dan sikap penuh antusias.

Alhasil, pesan akan meresap pada jiwanya sehingga akan melahirkan sikap/feedback yang positif. Sebaliknya bila tidak paham atas pesan dakwah, mereka tidak akan fokus dan tak ada semangat sehingga tak ada feedback yang diperoleh.

*Penulis adalah mahasiswa Prodi Manajemen Dakwah angkatan 2019

Berbahagialah Mereka yang Punya Mimpi

Mimpi akan memompa semangat agar bisa dicapai, tentu dengan fokus dan tidak putus asa. Karena sebagus apapun mimpi jika tidak diupayakan dengan fokus dan mudah putus asa, maka akan hanya menjadi khayalan belaka. Konsentrasilah dalam menggapai sebuah mimpi dan tegarlah dari halangan yang membentang.

Orang yang cerdas bisa mewujudkan mimpinya dengan semangat yang membara, ikhtiar maksimal, fokus dan tidak gampang putus asa. Konsisten melangkah membawa impian dan cita-cita besar, memfokuskan diri dan seluruh perhatian pada apa yang kita impikan sehingga kita benar-benar sampai pada tujuan besar kita, dan semuanya membutuhkan perhatian penuh tanpa berpaling sedikitpun kepada hal-hal lain, selain yang sudah diimajinasikan.

Mari kita menghayal keindahan hidup yang akan kita impikan di masa-masa mendatang dengan potensi yang dimiliki. Wujudkan impian dengan ikhtiar dan doa kepada sang ilahi, imajinasikan segala yang ada dipikiran kita dan berkhayal keindahan hidup seperti apa yang kita inginkan. kita tadabburi Firman Alloh dalam Suroh Al Baqarah ayat 25;

وَبَشِّرِ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ جَنّٰتٍ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ ۗ كُلَّمَا رُزِقُوْا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِّزْقًا ۙ قَالُوْا هٰذَا الَّذِيْ رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَاُتُوْا بِهٖ مُتَشَابِهًا ۗوَلَهُمْ فِيْهَآ اَزْوَاجٌ مُّطَهَّرَةٌ وَّهُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ

“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.” Mereka telah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan di sana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya. “

Dalam ayat di atas kita diajak untuk berkhayal bagaimana keindahan surga dengan segala nikmatnya yang luar biasa sedangkan kita masih hidup.

Seperti halnya kereta beroda dua ditarik oleh seekor kuda yang diberi kacamata khusus agar selalu fokus melihat kedepan dan cepat sampai pada tujuan, sama halnya dengan kita yang ingin sukses juga membutuhkan konsentrasi dan perhatian khusus untuk cepat sampai pada tujuan, yaitu mimpi-mimpi besar yang sudah direncanakan.

Intinya mulai sekarang kita harus memfokuskan keahlian yang dimiliki, untuk membesarkan potensi yang sudah diberikan oleh Alloh SWT. So, yuk sambut semua pemberian Alloh SWT dengan penuh kebahagiaan sebagai modal awal untuk meraih peluang-peluang besar selanjutnya.

Membaca Zaman; Suatu Upaya Menjaga Eksistensi

Oleh: Bahrur Rosi*

Membaca sejatinya adalah fitrah manusia yang dibawanya sejak pertama kali membuka mata dunia. Kenyataan tersebut adalah kebenaran absolut dan tidak dapat dipungkiri dengan alasan apapun. Tanpa “membaca”, mustahil seorang bayi dapat mengenali ibunya sekalipun. Mustahil, umat mengenal Nabi dan Tuhan-Nya.

Meskipun demikian, tulisan ini bermaksud mengupas lebih komprehensif istilah “membaca” yang sering dipersempit oleh mayoritas masyarakat. Padahal, istilah tersebut merupakan bagian tak terpisahkan dari segala bentuk perilaku dan keseharian manusia itu sendiri. Tentunya dengan satu catatan, “membaca” tidak lagi diartikan sebagai proses mengenal tulisan yang tercoret pada selembar kertas.

Membaca haruslah bermakna suatu upaya mengenal “semuanya”. Termasuk, segala hal yang tergurat pada pecahan puzzle kehidupan secara menyeluruh. Pasalnya, membaca merupakan perintah pertama yang disampaikan Alloh SWT sebagai bekal bagi Rosululloh SAW mengarungi beratnya medan dakwah yang diembannya.

Uniknya, Alloh SWT tidak pernah membatasi objek bacaan yang diperintahkan kepada Rosululloh SAW. Hal tersebut secara eksplisit menyatakan secara tegas bahwa, apapun, siapapun, dimanapun dan kapanpun harus selalu menjadi konten dan media bacaan dengan segala kompleksitasnya.

Demikian pula, buku dan kitab saja tidak akan cukup menjadi rujukan dari berbagai corak keberagaman “jalan hidup” yang tidak bisa diseragamkan. Karenanya, proses “berguru & membaca” harus disandarkan pada objek yang tak terbatas.

Kecerdasan “membaca zaman” merupakan satu-satunya harapan bagi manusia untuk mempertahankan eksistensinya. Kemajuan yang dicapai manusia dari berbagai aspek kehidupan, menyiratkan makna kepada para pelaku kehidupan untuk terus meng-uprade kapasitas diri hingga batas yang tidak mungkin lagi terlampaui.

Secara esensial, tidak mungkin ada kata “tidak bisa” bagi mereka yang benar-benar “membaca”. Hanya saja, kecenderungan merasa “cukup” akan pengetahuan menjadi tantangan tersendiri bagi setiap individu. Bahkan, kebiasaan tersebut menjadi problem disetiap generasi manusia.

Penyebabnya, bukan karena rasa tidak percaya pada kebenaran absolut yang di firmankan Tuhan. Tapi lebih diakibatkan sifat materialis dan pragmatis yang cenderung memandang segala sesuatu dengan “mata telanjang”.

Padahal, sesuatu yang abstrak berkali-kali lipat dari jumlah suatu yang kongkrit. Naif rasanya, manakala hadiah kecerdasan yang dianugerahkan Tuhan harus terbuang percuma karena ketidak mampuannya mengamini fiman-Nya.

Wallahu A’lam Bisshowab

Selebgram Versi Akhirat

Oleh: Badrus Sodik*

Tidak bisa dipungkiri apalagi di ingkari, manusia memang hampir rata-rata menyukai pujian dan menyebar luas nama baiknya diberbagai lini kehidupan. Apalagi di zaman modern seperti sekarang ini; zaman dimana medsos menjadi buah hati popularitas masyarakat, sama halnya dengan zaman dulu dimana jabatan penguasa atau sultan menjadi buah dari isi hati mereka. Sekarang ini semuanya serba instan dan terasa gampang, tanpa susah payah mengeluarkan keringat dan tenaga untuk bisa menyebarkan dan mengetahui berbagai macam kejadian, problematika dan apa saja yang sedang aktual dan ngetren diperbincangkan oleh semua orang diberbagai macam belahan dunia, termasuk di Indonesia sendiri.

‘’SELEBGRAM’’, inilah yang lagi ngetren dan menjadi idaman semua orang. Apalagi dikalangan kaula muda saat ini. Bahkan, tak hanya terjadi kalangan anak luaran, di pesantrenpun demikan. Semua seakan memujinya, mulai dari satu mulut melompat hingga kemulut yang lainnya. Begitupun dengan saya, yang terkadang membicarakan selebgram. Bukan ghibah tapi, hanya seedar becerita. Hehe. Dimaklumilh namanya juga berita hangat yang aktual.

Lah!! Kok bisa selebgram menjadi berita hangat yang aktual?. Jawabannya, karena didalamnya ada nilai ekstra, entah itu secara fisik, prestasi atau kesuksesan serta diantara yang menjadi daya Tarik tersendiri. Ditambah lagi dengan banyaknya followers akan turut mengangkat pamor si selebgram tersebut.

Sekarang, mengenai nilai ekstra dari segi fisik yang sangat mencuat ketimbang dari nilai yang lainnya. Alasannya, ketika seseorang berparas tampan—cantik dan tampil di medsos, maka besar kemungkinan akan ada followers “menyambar secepat kilat”. Sehingga secara perlahan akan menjadi selebgram. Namun nilai ini tidak bisa disandang sembarang orang, karena sudah jelas berkaitan dengan fisik, tentunya orang yang tidak begitu tampan atau mungkin jelek. Untuk bisa mengubah dirinya menjadi tampan sangat sulit atau bahkan hal yang impossible. Tapi tenang saja, tetap ada peluang kok untuk menjadi seleb; yaitu nilai dari segi prestasi atau kesuksesan.

Orang yang berprestasi atau menggapai kesuksesan, kemungkinan besar akan menjadi seleb; banyak followersnya, jikalau memang bisa memotivasi orang lain atau bisa menjadi inspirasi. Sehingga nanti disitu ada gravitasi antara orang yang berprestasi  atau sukses dengan orang yang termotivasi atau yang terinspirasi, disitu langkah demi langkah akan menjadi selebgram.

Nah, itulah selebgram versi dunia yang menjadi bahan pembicaraan, dambaan dan pujian oleh orang di dunia ini.

Ternyata ada juga selebgram versi akhirat, seleb yang bisa jadi tidak begitu terkenal di dunia atau bahkan di medsos sekalipun, namun terkenal di akhirat. Siapa dia,,,,,,,,,? adalah orang yang berbuat baik sebanyak-banyaknya dengan di dasari keikhlasan lillahi ta’ala. Sebagaimana Qois al-Qorni, beliau adalah orang yang terkenal di langit, lantaran sangat berbakti kepada kedua orang tuanya. Padahal, saat beliau masih hidup, beliau tidak begitu dikenal dan dipandang oleh kebanyakan orang pada masanya.

Tentu, Qois akan menjadi seorang selebgram akhirat kelak karena menjadi sosok yang “berbeda” dari manusia kebanyakan yang “masa depan” kehidupanya masih tanda tanya.

Sekarang terserah anda, apakah mau jadi selebgram versi dunia atau akhirat? Hehe. Namun samisal kedua versi tersebut di kombinasikan, maka akan menjadi selebgram yang terkenal dunia akhirat. Sebagaimana para Khulafa Ar-Rosyidin dan yang lainnya. Para beliau sangat terkenal di dunia baik pada masanya, sekarang  bahkan selamnya dan juga di akhirat.

*Penulis adalah mahasiswa Prodi Managemen Dakwah angkatan 2020

Dakwah Persuasif; Solusi Jitu Gaet Simpati Mad’u

Oleh: Yusril Mahendra*

Manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya tak akan lepas dari yang namanya komunikasi. Juga dari sisi kodratnya manusia sebagai makhluk yang tak sempurna butuh akan relasi. Maka untuk mendapatkan kebutuhan dan keinginan tersebut, mereka harus membangun komunikasi yang baik antar sesama.

Begitu juga bagi seorang da’i dalam mengemban acara, sangat penting keterampilan dalam berkomunikasi demi tercapainya suatu tujuan.

Seorang da’i dalam dakwahnya mesti mempunyai tujuan mempengaruhi mad’unya untuk ikut serta dalam materi yang dibawa serta mengaplikasikannya. Nah untuk mempengaruhinya, seorang da’i tidak hanya butuh keilmuan. Meskipun keilmuan adalah faktor utama keberhasilan dalam dakwah.

Tapi tidak dapat dipungkiri, seni dalam berkomunikasi termasuk kunci suksesnya dakwah. Kata dan sikap lembut seorang da’i akan lebih meresap pada hati mad’u. Sehingga pesan dakwah menarik dan mudah diterima.

Tulisan ini bermaksud mengupas secara singkat tentang dakwah persuasif sebagai refleksi upaya da’i memberikan pelayanan maksimal untuk menarik simpati mad’u.

Dakwah merupakan kegiatan mengajak umat kepada jalan yang lebih baik yakni ila shirotim mustaqim (islam). Sedangkan persuasif dalam kbbi berarti membujuk secara halus. Jika keduanya digabungkan mempunya arti kegiatan mengajak umat kepada jalan yang lebih baik dengan cara halus, baik dari kata dan sikap.

Pasalnya, mengajak dengan halus akan mendapatkan umpan balik yang halus pula. Sebagaimana firman Allah SWT tepatnya pada surah Ar-rohman:

هل جزاء الاحسان الا الاحسان

Ilmu komunikasi menyebutkan ada empat elemen penting dalam proses komunikasi yakni komunikator (da’i), pesan, saluran, komunikan (mad’u). Sehingga komunikator dapat menyampaikan pesan kepada komunikan secara langsung atau memalui saluran yang ada.

Empat elemen yang dikenal dengan model SMCR ini, sangat penting dalam efisiensi komunikasi karena saling berhunbungan satu sama lain.

Selain empat elemen yang telah disebut diatas, ada tiga elemen lagi yang tak kalah penting dalam proses komunikasi.
Efek : hasil dari pihak komunikan
Feedback : tanggapan balik dari komunikan atas pesan yang diterima
Gangguan : faktor-faktor fisik atau psikis yang dapat mengganggu kelancaran dalam proses komunikasi

Sementara itu, dalam komunikasi dakwah, realitanya tiga elemen di atas yang menjadi tujuan utama seorang dai. Dengan artian, bagi seorang da’i, tugas yang paling mendesak adalah bagaimana seorang dai dapat mengubah mad’u dengan efek dan umpan balik yang lebih baik dari sebelumnya dan menemukan jalan keluar atas masalah yang dialami mad’u tersebut.

Nyatanya, madu dapat berubah apabila pesan yang disampaikan dapat diterima. Untuk itu dai dapat memodifikasi pesan dakwah dari bahasa dengan menggunakan kata yang sopan, mulai tertata dan nyaman didengar.

Komunikator patutnya membekali dirinya dangan beberapa teori persuasi di bawah ini. Agar dakwahnya lebih produktif dan berjalan secara efektif dan efisien.


Metode Asosiasi yaitu penyajian pesan komunikasi dengan cara menumpangkan pada suatu peristiwa yang aktual, menarik perhatian, trend, dan minat masa.


Metode integrasi yaitu kemampuan untuk dapat tanpa diri dan rasa dengan komunikan secara komunikatif sehingga tercipta rasa kebersamaan dan kekeluargaan.


Metode pay-of dan fear-arousing yaitu kegiatan madu dengan cara memodifikasi hal-hal menjadi menyenangkan dan menggembirakan. Sebaliknya menggambarkan hal-hal yang menakutkan dan konsekuensi yang tidak menyenangkan.


Metode icing, yaitu memodifikasi materi menjadi sesuatu yang indah sehingga madu dapat tertarik dengan pesan dakwah yang disampaikan.

Konklusi pemaparan diatas dapat menegaskan bahwa seorang dai dalam meyampaikan pesan dakwahnya harus ada seni yang menjadi bingkai pesan dakwah tersebut. Salah satunya adalah dengan kata-kata yang halus, jelas, mudah dipaham, dan berdasarkan refrensi baik dari al-Quran, Hadist, dan dalil-dalil dari kitab lainnya.

*Penulis adalah mahasiswa Prodi MD angkatan 2019

Membangun Negeri Dengan Literasi

Oleh: Moh. Toyyib*

Bukan tidak ingin bersyukur berada di bumi yang gemah Ripah loh jinawi ini, sekolah dengan nyaman dan ibadah dengan aman. Kita flashback sedikit pada sejarah, di mana Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada tahun 1945, disitu juga negara jepang mengalami serangan sekutu, bom di mana-mana, mayat berjatuhan, pendidikan runtuh, ekonomi hancur.

Tapi sekarang, jepang secara kualitas pendidikan, ekonomi, tekhnologi jauh sangat dibandingkan negara kita. Kelirunya dimana? Pasti jawabnya kelalaian pemerintah.

Bukan guys, kesalahan fatalnya ada di kita. Ilmu pengetahuan mustahil akan tampil ke permukaan tanpa adanya budaya literasi. Dengan membaca, anak bangsa akan menelaah dan menganalisa sehingga akan memunculkan ragam inovasi dan kreativitasnya.

Tapi jika dunia leterasi lemah dalam satu negara, maka kemajuan dalam segala sektor tidak akan pernah terwujudkan. Dalam Bukunya Haidar Musyafa yang berjudul Muslim Visioner dijelaskan bahwa di muka bumi ini terbit antara empat ribu hingga lima ribu judul buku. Dan minat baca anak bangsa hanya 0,0009 sangat jauh dibandingkan dengan Jepang yang mencapai 17,999.

Ini menandakan minat baca sangat lemah dan melemahkan negeri yang sudah 78 usianya.Untuk bisa mewujudkan kecerdasan anak bangsa maka yang harus berperan penting adalah sosok seorang Ustad/Guru. Peran penting seorang guru inilah yang nantinya akan membangun dunia peradaban kemajuan suatu bangsa.

Sebagaimana ketika Bom atom miliki sekutu memporak porandakan kota Hiroshima dan Nagasaki berkeping-keping. Ada pertanyaan penting dari sang kaisar yang menjabat waktu itu. Sang kaisar tidak menanyakan berapa jenderal dan prajurit yang masih hidup, yang menurut logika akan menyerang kembali. Akan tetapi sang kaisar menanyakan berapa guru yang masih hidup di jepang.

Sang kaisar beralasan seorang guru harus lebih diperhatikan dari pada jenderal, karena seorang guru merupakan tiang-tiang penyangga suatu bangsa. Gurulah yang akan melahirkan bibit unggul harapan bangsa di masa-masa mendatang.

Hal ini selaras dengan yang menimpa Kota Baghdad pada tahun 1258 dikepung pasukan tartar. Dimana pada masa ini hidup seoarang ulama’ besar yang bernama lengkap Al-Imam al-Allamah Abu Zakaria Muhyiddin bin Syaraf an-Nawawi ad-Dimasyqi, atau lebih dikenal sebagai Imam Nawawi, adalah salah seorang ulama besar mazhab Syafi’i. Ia lahir di desa Nawa, dekat kota Damaskus, pada tahun 631 H dan wafat pada tahun 24 Rajab 676 H.

Waktu beliau diajak untuk berperang melawan pasukan tartar, tapi lebih memilih mengasingkan diri dan mengajarkan ilmu pengetahuan kepada masyarakat kala itu. Karena Iman An-Nawawi tahu, jika kota² dihancurkan maka hanya butuh beberapa waktu untuk membangunnya kembali.

Tapi jika ilmu ummat yang hancur, maka membutuhkan sekian generasi untuk membangunnya kembali. Hal ini bukti nyata kalau peranan ilmu pengetahuan sangat menentukan kuatnya dan majunya suatu bangsa.

Majunya suatu negeri lahir dari pendidikan yang berkualitas, yakni minat baca dan menulis hingga mampu memberikan kontribusi yang nyata dengan ide-ide cemerlang. Jika budaya literasi sangat rendah, maka juga bisa dipastikan bangsa ini akan lemah.

Tapi jika minat baca, menelaah dan menganalisa terus mengakar pada anak bangsa hingga generasi-generasi selanjutnya, maka pengamat yang menyatakan Indonesia di tahun 2030 akan menjadi raksasa dalam bidang ekonomi dan sektor-sektor yang lain akan mudah terwujudkan. Aamiin

*Penulis adalah mahasiswa Prodi BPI angkatan 2017

Belajar Hingga Akhir

Oleh: Abd. Mughis*

Belajar merupakan kewajiban bagi siapa pun yang harus ditunaikan oleh semua umat manusia tanpa terkecuali. Dimanapun dan sampai kapanpun, kita wajib belajar atau mencari ilmu. Bisa di rumah, pinggir jalan, tepi sawah sambil melihat pemandangan yang indah. Baik sendirian maupun dengan teman teman.

Jangan pernah beranggapan, belajar itu cuman di sekolah/ madrasah .Kita juga bisa belajar dari teman sekitar kita, baik yang lebih tua maupun dari yang lebih muda. Semua tempat bisa jadi tempat belajar. Terpenting ada niat yang berkobar untuk menjadi lebih baik.

Sampai kapanpun, kita wajib belajar. Usia tidak boleh menjadi halangan untuk belajar. Kadang kita berfikir, buat apa belajar terus, wong saya sudah tua.

Kita dituntut belajar atau mencari ilmu mulai dari buaian ibu sampai keliang lahat. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW, “Carilah ilmu walaupun diantara kamu dan ilmu terpisah lautan api”.

Kewajiban menuntut ilmu atau belajar ini dibebankan kepada setiap individu / perorang Muslim baik laki-laki maupun perempuan. Miskin maupun kaya tetap wajib belajar. Karena ilmu itu bukan hanya untuk orang kaya dan bukan pula hanya untuk orang miskin.

Dikatakan oleh Az-Zarnuji, pengarang kitab Ta’lim Al Muta’allim, “Barang siapa yang mencari sesuatu dan dilakukannya dengan sungguh-sungguh, pasti dia akan mendapatkannya. Dan barangsiapa yang mengetuk pintu dengan terus menerus, pasti dapat memasuki ruang tersebut”.

Demikian pula, sesuai dengan kesungguhannya, seseorang akan mendapat apa yang menjadi harapannya. Dalam konteks kesungguhan ini, kesulitan yang dihadapi seseorang akan dapat selesai dengan kesungguhan, terutama kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar.

Sampai kapanpun kita belajar, Ilmu Allah tidak akan pernah ada habisnya. Seiring berjalannya waktu, perkembangan ilmu juga akan menuntut keseriusan kita untuk mendalaminya dengan lebih sungguh-sungguh.

*Penulis adalah Mahasiswa BPI angkatan 2020

Kenakalan Remaja, Implikasi Disharmoni Keluarga

Oleh: Moh.Sofi*

Timbulnya kenakalan remaja yang terjadi pada saat ini merupakan permasalahan besar dalam lingkungan masyarakat, dimana kenakalan remaja tersebut tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga merugikan orang lain. Masa remaja adalah masa yang sangat peka terhadap ajaran agama islam, dan pada masa itu remaja sangat rentan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan sekitar.

Perkembangan kepribadian seseorang termasuk remaja merupakan hasil hubungan dan pengaruh timbal balik secara terus menerus antara pribadi dengan lingkungannya, lingkungan sosial bagi para remaja ini merupakan inspirasi yang dapat memberikan kaitan fisik maupun kesehatan mental yang merupakan upaya mencegah timbulnya gangguan atas kepribadiannya.

Amat banyak faktor yang meayebabkan tingkah laku kenakalan remaja, salah satunya adalah lemahnya pertahanan diri seseorang remaja yang dimagsud pertahan diri adalah faktor yang ada dalam diri untuk mengontrol dan mempertimbangkan diri terhadap pengaruh pengaruh negatif dari lingkunganJika ada pengaruh negatif yaitu seperti pecandu dan pengedar narkoba, ajakan ajakan untuk melakukan perbuatan negatif. Meraka tidak bisa menghindari dan mudah terpengaruh, akibatnya remaja tersebut terlibat dalam kegiatan negatif yang membahayakan dirinya dan masyarakat.

Lemahnya kepribadian remaja tidak terlepas dari faktor pendidikan di keluarganya, sering orang tua tidak memberikan kesempatan untuk anak agar mandiri, kreatif, dan memiliki daya kritis, serta mampu bertanggung jawab.Akibatnya hingga remaja dimana saat saat itu adalah saat yang sangat penting untuk menjadi orang dewasa, tidak menjadi kenyataan yang terjadi malah Anak tersebut menjadi anak manja, yang lugu dan kurang memahami trik trik kejahatan yang ada didunia nyata.

Selain itu kondisi keluarga yang sering bertengkar antara ayah dan ibu membuat anak tidak betah dirumah, mereka lebih senang diluar dan berkumpul dengan anak anak lain yang terdiri latar belakang kehidupan yang berbeda. Masalah masalah yang dihadapi remaja sering kali yang disebabkan oleh hambatan komunikasi antara kedua belah pihak. Faktor yang menyebabkan penghambat komunikasi diantaranya adalah biasanya orang tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi dari kedudukan anak yang remaja, sebagai akibat terjadi benturan nilai antara remaja yang mulai merasa dewasa dengan orang tuanya yang menggunakan otoritas yang berlebihan.

Remaja sebagai sosok individu yang sedang mencari jati diri, remaja tidak boleh berpangku tangan saja.Remaja harus mengembangkan segenap potensi yang dimilikinya.Akan tetepi patut diketahu: bahwa peagembangan tersebut harus melalui pembiasaan tingkah laku terpuji, dan bertanggung jawab, kreatif yang selalu didasari keimanan dan ketaqwan kepada Allah SWT.

Pencarian jati diri oleh seseorang remaya dapat saja di Implementasikan dalam berbagai bentuk dam sarana, termasuk mencari figur yang dianggap tepat untuk dijadikan model atau contoh yang pantas baginya untuk diikuti. Dalam masa itu remaja tidak tertutup kemungkinan mengalami goncangan jiwa, ragu ragu bahkan kebingungan untuk mencari sosok idolanya, apalagi sosok idola yang didambakan itu sangat beragam.

Namun demikian, Islam telah menggaris bawahi pencarian jati diri itu. Hendaklah dilakukan dengan tetap mengacu kepada pedoman Allah SWT yang menyiratkan makna bahwa Rosulallah SAW adalah sosok yang sempurna yang dapat dijadikan contoh berprilaku.

Akan tetapi, perkembangan prilaku remaja itu sendiri banyak dipengaruhi oleh berbagai hal atau kondisi. Misalnya, lingkungan tempat dimana remaja tumbuh berkembang dan bergaul ditengah masyarakat, namun demikian remaja juga tidak mungkin diisolasi dari pergaulan tersebut karena tanpa masyarakat atau lingkungan kepribadian remaja itu tidak akan berkembang.

“Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak anak menuju masa dewasa.Selama masa remaja banyak masalah yang dihadapi karena remaja itu berupaya menemukan jati dirinya. Kebutuhan aktualisasi diri usaha pencarian jati diri remaja dilakukan dengan berbagai pendekatan, agar ia dapat mengaktualisasi dirinya dengan baik”

Berada dalam Lingkungan seorang remaja banyak belajar mengenai berbagai hal, tidak terkecuali bagaimana ia harus bertingkah laku yang baik dan benar. Lingkungan yang terdiri dari orang tua, saudara, teman, guru, dan sebagainya. Lingkungan yang baik diharapkan akan melahirkan remaja yang baik.

Sebaliknya dengan lingkungan yang buruk tentu akan menyebabkan prilaku buruk pula,prilaku prilaku inilah yang di sebut dengan istilah kenakalan remaja. Kenakalan remaja merupakan suatu masalah yang sangat penting dan perlu untuk dibicarakan, karena remaja merupakan bagian dari generasi muda, dan merupakan tumpukan dan harapan masa depan bangsa dan negara. Di tangan merekalah terletak masa depan bangsa dan negara ini.

Oleh karena itu, pembinaan remaja sebagai generasi penerus suatu bangsa mutlak diperlukan terutama pembinaannya dan segi moral agar memiliki budi pekerti dan ahlak yang mulia sebagai bekal hidup dimasa yang mendatang.Karena apabila para remaja memiliki budi pekerti dan ahlak yang luhur maka kelangsungan hidup suatu bangsa dapat dipertahankan.

Dengan demikian orang tua khususnya dan orang Islam umumnya mempunyai kewajiban untuk membimbingnya. Pendidikan dalam keluarga merupakan pendidikan yang utana. Para ahli sependapat beberapa pentingnya pendidikan dalam keluarga, bahwa apa saja yang terjadidalam pendidikan itu membawa pengaruh besar terhadap kehidupan sistem didik, demikian pula terhadap pendidikan yang akan dialami di sekolah dan di masyarakat.

Orang tua, ayah dan ibu memegang peranan yang sangat penting dan amat berpengaruh atas pendidikan anak anaknya.Hal ini menunjukan bahwa orang tua bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidupnya.Karena tidak diragukan bahwa tanggung jawab pendidikan secara mendasar menjadi bebaan orang tua.

Hal ini merupakan fitrah yang telah dikodratkan oleh Allah SWT pada setiap orang tua, mereka tidak bisa lari dari tanggung jawab itu karena merupakan amanah dari Allah SWT yang dibebankan kepada mereka.

Memperhatikan kondisi diatas, tidak semerta merta menyalahkan remaja, karena disatu sisi mereka masih ada orang tua yang selalu memperhatikan mereka, Jika perhatian orang tua kurang dan pengawasannya lemah maka kenakalan anak remaja semakin lama semakin meningkat.

Berdasarkan observasi yang telah penulis lakukan tindakan kenakalan remaja yang terjadi tidak terlepas dari peran orang tua itu sendiri.


*Penulis adalah mahasiswa Prodi BPI angkatan 2021

Skripsi “Dakwah Bi Al Qolam” dan Pijakan Awal Gerakan Dakwah Milenial

Oleh: Moh. Toyyib*

Setelah cukup lama menjadi Mahasiswa kampus yang ada di bawah naungan pesantren, menganut paham Aqidah Ahlusunah Wa Al Jamaah Secara paten, dengan konsep dasar As’ariyah dan Maturidiyah, tapi semua aliran sempalan tetap dikaji agar bisa ditemukan benang kusutnya. Karena mahasiswa itu bukan hanya pasif tanpa menelaah. Akal sebagai modal untuk mengukur benar atau tidaknya suatu perkara yang diikuti.

Puji syukur kehadirat Alloh SWT. Tadi sebelum Jum’at saya melaksanakan sidang Skripsi dengan judul Dakwah Bi Al-Qolam dalam gerakan Santri menulis. Alhamdulillah, proses akhir tersebut berjalan dengan lancar di bawah bimbingan dosen-dosen IAIMU Pamekasan.  Terima kasih atas segala masukan dan krititikan untuk pengembangan diri ini yang sangat lemah dan dahaga akan ilmu pengetahuan.

Wacana judul Skripsi ini sebetulnya sudah lama ada dalam fikiran, melihat perkembangan zaman tekhnologi yang semakin pesat membelah ruang dan waktu. Lebih-lebih dalam kegiatan dakwah yang menurut sebagian orang awam hanya fokus di atas podium dengan metode ceramah. Padahal, dakwah itu banyak macam ragamnya, diantaranya dengan metode dakwah Bi Al-Hal yang bergerak diorganisasi kemasyarakatan, seperti lembaga Amal infak dan shodaqoh, selain juga dakwah Bi Al-Lisan dan Dakwah Bi Al-Hal juga ada dakwah Bi Al-Qolam yang spesifikasi dalam tulisan.

Mahasiswa Program studi Bimbingan dan Penyuluhan Islam Fakultas Dakwah dengan slogannya agent of chenge & agent of sosial control harus bisa menguasai ketiga metode di atas, dengan melihat mitra dakwah yang sebagian jumlah besar manusia banyak menghabiskan di sosial media.

Tentu hal ini kesempatan dan peluang besar untuk melebarkan sayap dakwah. Sesuai ayat yang berbunyi

بلغو عني ولو اية

“Sampaikanlah padaku walau hanya satu ayat.”

Tugas dakwah kalau merujuk pada Hadist di atas maka setiap muslim wajib untuk berperan sebagai seorang da’i, tapi untuk makna yang lebih spesifik seorang da’i harus menguasai semua bidang ilmu pengetahuan, bukan mmebaca satu kitab dan buku lantas sudah bisa menjadi da’i sejati. Tidak menorehkan apa yang terjadi pada saat ini agar bisa dinikmati oleh generasi muda yang akan datang salahsatunya dengan cara menulis hingga menjadi sebuah karya. Coba bayangkan jika Al Qur’an, Al Hadist dan kitab-kitab klasik yang dikarang oleh Ulama-ulama salaf tidak dibukukan maka ummat ini akan kebingungan tidak tahu arah. 

Fasilitas semakin mudah sebenarnya harus lebih baik, tapi yang terjadi malah sebaliknya. Dalam buku management waktu ulama’ karangan Syeikh Abdul Fattah menceritakan ada ulama’ yang hanya mempunyai uang cukup untuk makan, disamping itu beliau ingin membeli kertas untuk menulis kitab. Alhasil beliau rela tidak makan dan membeli kertas untuk menulis kitab. Tapi pada akhir cerita Alloh mengirimkan makanan melalui perantara orang lain. 

Menulis adalah ibadah dan pekerjaannya sangat mudah lebih-lebih di zaman sekarang yang sangat lengkap, tidak usah beli buku, bolpen cari referensi tidak usah ke perpustakaan cukup browsing. Apanya yang sulit? Banyak ayat dan hadist nabi menjelaskan tentang perintah untuk menulis diantaranya dalam suroh Al-Alaq;

الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ

“Tuhan Yang mengajar (manusia) dengan pena”

Dalam Hadist Rosululloh juga dianjurkan sangat menulis,

ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَ ﻓِﻲ ﺍْﻟَﺎﺛَﺮِ ﻋَﻦْ ﺳَﻴِّﺪِ ﺍﻟْﺒَﺸَﺮِ ﺻَﻠﻰَّ ﺍﻟﻠﻪُ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﻧَّﻪُ ﻗﺎَﻝَ : ﻣَﻦْ ﻭَﺭَّﺥَ ﻣُﺆْﻣِﻨﺎَ ﻓَﻜَﺄَﻧﻤَّﺎَ ﺍَﺣْﻴﺎَﻩُ ﻭَﻣَﻦْ ﻗَﺮَﺃَ ﺗﺎَﺭِﻳْﺨَﻪُ ﻓَﻜَﺄَﻧﻤَّﺎَ ﺯَﺍﺭَﻩُ ﻓَﻘَﺪْ ﺍﺳْﺘًﻮْﺟَﺐَ ﺭِﺿْﻮَﺍﻥَ ﺍﻟﻠﻪِ ﻓﻲِ ﺣُﺰُﻭْﺭِ ﺍﻟْﺠَﻨَّﺔِ .

Rasulullah Saw.bersabda: “Barangsiapa membuat sejarah orang mukmin (yang sudah meninggal) sama saja ia telah menghidupkannya kembali.Dan barangsiapa membacakan sejarahnya seolah-olah ia sedang mengunjunginya. Maka Allah akan menganugerahinya ridhaNya dengan memasukkannya di surga.”.

Keabadian ulama-ulama itu karena sipak terjangnya dalam membukukan hingga bisa dilihat oleh generasi berikutnya, bukan karena nasabnya. Andaikan beliau-beliau tidak pernah menuliskan hasil ijtihad dan gagasannya, maka kecerdasan intelektual itu habis ditelan oleh zaman.

Tapi mereka sadar hal itu adalah ibadah jariyah yang akan terus menjadi pahala ketika dia sudah tidak ada. Sebagaimana Ibru Jarir At Thobari dan ulama-ulama lain yang sudah di tuliskan dalam kitabnya Syekh Abdul Fattah

العلماء العزاب

Mereka sudah wafat tapi masih ada pahala yang terus mengalir dari kitab-kitab yang beliau tulis, meskipun mereka tidak beristri dan tidak mempunyai keturunan untuk mendoakannya.

Hal tersebut mendorong penulis untuk memaksimalkan peran dalam kegiatan dakwah di era melenial. Setidaknya, secuil pengetahuan yang penulis dapat dari bangku kuliah bisa menyisakan setitik jejak kebaikan yang bisa diakses generasi masa depan.

*Penulis adalah mahasiswa Prodi BPI angkatan 2017

Pandemi dan Pergeseran Strategi Dakwah

Oleh: Moh. Ali Imron*

Dakwah merupakan aktivitas penting dalam agama Islam. Berkat dakwah, Islam dapat tersebar dan diterima oleh manusia. Aktivitas tersebut merupakan sebuah penyampaian ataupun ajakan seorang da’i kepada mad’unya, baik secara langsung ataupun secara tidak langsung.

Definisi tersebut, kadang dipersempit pemahaman banyak seorang yang cenderung hanya mengartikan dakwah sebagai penyampaian ceramah saja. Padahal, Dakwah memiliki banyak pengertian. Diantaranya: memanggil dan meminta dan lain sebagainya.

Ditinjau dari segi bahasa, dakwah berasal dari bahasa Arab, “Da’wah” yang berarti ajakan panggilan dan seruan. Dengan demikian, dari pengertian di atas dapat kita pahami bahwasanya dakwah bukan hanya diartikan dengan ceramah saja. Namun banyak pengertian-pengertian yang mendefinisikan tentang Dakwah, seperti ajakan dan seruan da’i terhadap seorang mad’u.

Sementara itu, mari kita fokuskan pembahasan tentang konsep da’i di masa pandemi. Dimana dua tahun terakhir ini seluruh dunia dihebohkan dengan penyakit berupa wabah atau Virus Corona.

Munculnya wabah tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan manusia. Dengan adanya wabah tersebut seluruh pemerintah di dunia, khususnya Indonesia memberikan suatu peraturan tambahan berupa larangan-larangan untuk menghindari penyebaran wabah tersebut.

Kalau sebelumnya, kita dengan bebas bisa menjalin hubungan atau komunikasi dengan seseorang. Tapi semenjak adanya penyakit ini kita merasakan kesulitan untuk bisa berkomunikasi langsung dengan seseorang. Pertanyaannya, apakah berdakwah dimasa pandemi ini bisa berhasil?

Membahas berhasil dan tidaknya dakwah di masa pandemi ini merupakan permasalahan yang tidak terlalu penting bagi seorang da’i. Pasalnya, kewajiban seorang da’i hanya untuk menyampaikan dan mengajak atau menyeru terhadap mad’u nya.

Pada zaman yang sangat modern seperti saat ini, banyak sekali media-media yang dapat kita manfaatkan untuk menyampaikan dakwah. Kita contohkan seperti internet, televisi, tulisan, dan lain sebagainya. Demikian juga, media tersebut merupakan unsur-unsur penting dari kegiatan dakwah.

Namun demikian, berdakwah secara tidak langsung harus mempunyai metode dan strategi khusus untuk menyampaikan suatu pesan Dakwah. Tujuannya, supaya Dakwah tersebut bisa tersampaikan kepada mad’u secara maksimal.

Secara sederhana, berdakwah di era milenial telah mengalami pergeseran strategi. Karenanya, dakwah harus ditunjang kemampuan mengoperasikan media dan teknologi serta penguasaan terhadap media sosial secara optimal.

*Penulis adalah mahasiswa Prodi BPI angkatan 2020

slot